Rabu, 10 Juni 2009


Publik mungkin sekarang udah ga sabar untuk mendengar secara langsung jawaban dari pihak Boediono. Bukan dengan menutup-nutupi isu, tapi yang diperlukan adalah klarifikasi yang cerdas serta tidak membodohi dan menutup-nutupi. Intinya bukan memasalahkan apa agama Bu Hera, tapi masalah keterbukaan dan transparansi.

Tidak ada salahnya bila rakyat ingin mengetahui kenyataan sebenarnya. Tidak ada salahnya juga andaikan benar Bu Hera beragama Katholik.


Kenapa harus disembunyikan, justru kalau ditutup-tutupi, andaikan benar Bu Hera beragama Katholik, jadinya seakan-akan memeluk agama Katholik itu hal yang memalukan..


***



Tulisan terpopuler hari ini (09/06) rasanya kok berbau sara meskipun toh judulnya dikemas rapi, “Apa salah jika istri Boediono beragama Katholik”. Tulisan yang dibuat sebagai tanggapan dari tulisan “Sesama Katholik dengan Bu Hera Boediono, Uppz, Uppz, This It’s Not SARA Share”.



Aneh memang selera membaca orang Indonesia, senang membaca tulisan berbau sara dan belum jelas kebenarannya. Gosip, gosip, digosok makin sip. Kebanyakan nonton gosip di TV kalee.



Apalagi yang digosipin Istri-istri pasangan capres. Waduh, ga heran deh kalau gossip ini bisa mendapat rating pembaca yang tinggi. Rating tertinggi hari ini, dikompasiana. Tulisan bocahndeso - 9 Juni 2009 - Dibaca 2687 Kali - tak masuk lagi dalam katagori terpopuler minggu ini, padahal tulisan wartawan senior Pepih Nugraha - 8 Juni 2009 - Dibaca 1813 Kali - pada posisi ke 8 rating minggu ini saat tulisan ini dibuat rabu dini hari (10/9).



Namun berita istri pasangan capres, terutama Bu Hera Budiono belum begitu tampak di media mainstream. Jangan-jangan ini isu tidak menjadi penting bagi media mainstream.



Mungkin karena istri pasangan capres masih sebatas konco wingking ?. Waduh maaf, masa iya sih di tengah isu gender yang mainstream.



Gosip mengenai istri cawapres Boediono ini perlu tidaknya mendapat klarifikasi dari pihak keluarga atau yang mewakilinya sangat tergantung dari mereka.



Gosip ini menjadi seru ketika beberapa kader PKS meminta istri dari SBY – Boediono untuk mengenakan jilbab. Kull walau ayah, sampaikan ayat-ayat Allah meski satu ayat, semangatnya.



Sedangkan Prof. Dr. Suparman, mantan konsultan Bapennas saat Boediono menjabat Menteri Pembangunan Negara Nasional /Kepala Bappenas mengungkapkan, istri Boediono memang non muslim. “ Ya, memang katolik”, ujar Suparman kepada Indonesia Monitor, kamis (28/5).



Ah, binun, binun jadinya. Wong namanya gossip. Mentang-mentang jilbab lagi tren. Lo, kalau ga salah pakaian yang seperti jilbab kan ga hanya monopoli Islam. Toh suster dari Katholik pun juga berpakaian kaya jilbab.



Begitu pun, tidak jadi soal. Ada kawan saudaraku yang bernama Kristiani Yudianto juga pakai jilbab.. Bu Kristiani yang sudah punya 2 anak sarjana ini pakai jilbab sejak suaminya ikut pilkades, atau pilkada saya lupa. Ah apa arti sebuah nama, toh niatnya baik tak mengumbar aurat. Syukur deh kalau dia sudah menjadi mualaf.



Terus apa masalahnya ?, la wong hanya pakaian aja.



He he blogger sekarang emang ada-ada aja di otaknya. Kesadaran kritis blogger, anugrah atau bencana neh.



Positif thinking aja deh, mungkin sang blogger ga mau golput lagi pilpres 2009 mendatang. Meniru jejak budayawan sujiwo sutejo neh naga-naganya.



Publik mungkin sekarang udah ga sabar untuk mendengar secara langsung jawaban dari pihak Boediono.





Artikel ini dapat dibaca di :

Katholik kah Hera Boediono (Ibu Cawapres SBY), Publik Masih Bertanya ?.

http://public.kompasiana..com/2009/06/10/katholikah-hera-boediono-ibu-cawapres-sby-publik-masih-bertanya/




***





Saya juga khatolik dan sangat menghargai toleransi hidup beragama, saya juga percaya bahwa setiap orang siapa pun dia sebagai warga negara Indonesia berhak untuk menduduki kursi istana kepresidenan.



Apalagi kalau dia khatolik seperti Bu Hera Boediono, masalahnya baik khatolik maupun islam tidak bisa menerima hubungan kawin campur ini, karena masing-masing menganggapnya zina.



Jika SBY-Boediono terpilih maka status Bu Hera Boediono adalah ibu negara dan menjadi simbol panutan dan teladan bagi rakyat, masalahnya contoh kawin campur ini bisa menjadi pembenaran bahwa hal itu bisa dilakukan dan diterima oleh ke dua agama itu, nah..apa yang terjadi jika demikian…



Saya tidak bermaksud mengangkat masalah ini sebagai SARA, namun diantara kita sesama penganut agama yang berbeda perlu saling menghargai akan kemurnian agama kita masing-masing.



Masalah berikutnya Boediono tidak pernah mengakui secara jujur dengan kondisi ini kepada public, sehingga bisa menimbulkan fitnah dan issu SARA.



Bagaimana tanggapan teman2 atas cerita ini,…tq

Mohon pencerahannya.



Btw :
Bu Hera Katholik dinyatakan oleh prof.dr. Suparman, Direktur Paska Sarjana Univ. Tarumanegara mantan konsultan Bappenas. Baca tabloid monitor edisi 3-9 Juni 2009 hal.7…





Artikel ini dapat dibaca di :

Notes FB Eva; “Sesama Katholik dengan Bu Hera Boediono, Uppz, This It’s Not SARA Share”.

http://public.kompasiana.com/2009/06/08/notes-fb-eva-sesama-katholik-dengan-bu-hera-boediono-uppz-this-its-not-sara-share/



***





Sebagai calon Ibu Wapres, wajar saja bila statusnya dipertanyakan oleh rakyat. Bahkan Obama pun ketika menjadi calon presiden AS sempat dipertanyakan tentang agamanya, karena banyak yang menganggap Obama masih beragama Islam, dan isu itu bisa menjatuhkan popularitasnya.



Tapi dengan penjelasan yang baik, tanpa menutup-nutupi, akhirnya rakyat AS bisa diyakinkan bahwa Obama bukan muslim.



Walau pun oleh lawan-lawan politiknya, sempat namanya dihubung-hubungkan dengan Saddam Hussein, karena nama lengkap Obama adalah Barrack Hussein Obama, tapi isu itu tidak menyebabkan Obama gagal menjadi Presiden.



Bukan dengan menutup-nutupi isu, tapi yang diperlukan adalah klarifikasi yang cerdas dan tidak membodohi dan menutup-nutupi.



Jadi yang dibutuhkan adalah membuat klarifikasi tentang isu yang berkembang, sehingga rakyat bisa tahu kenyataan sebenarnya, bukan dengan cara menutup-nutupi kenyataan sebenarnya.



Tidak ada salahnya kalau Bu Hera beragama Katholik, dan tidak ada salahnya bila rakyat ingin mengetahui kenyataan sebenarnya, dan tentunya tidak ada salahnya bila kenyataan/fakta yang sebenarnya tersebut dijadikan oleh sebagian orang sebagai dasar untuk menentukan pilihan dalam Pilpres mendatang.



Bukankah kita menganggap rakyat sudah lebih dewasa untuk memilih sehingga juga sudah selayaknya diberi akses untuk mengetahui hal-hal yang mendukung kedewasaan mereka untuk memilih.



Jadi intinya bukan memasalahkan apa agama Bu Hera, tapi masalah keterbukaan dan transparansi.



Mungkin sebagian kita yang menjadi pembaca kompasiana, seperti beberapa komentar yang masuk, faktor agama istri Cawapres tidak menjadi masalah penting dalam menentukan pilihan dalam Pilpres, tapi mungkin banyak juga rakyat di luar sana, pemilih lain yang masih punya prinsip yang lain dalam menentukan pilihan. Komunitas pembaca kompasiana paling banyak satu juta orang, sangat-sangat kecil dibandingkan pemilih awam yang mungkin puluhan bahkan ratusan juta jumlahnya.



Sekali lagi bukan mempersoalkan apa agama Bu Hera, tapi point pentingnya adalah para pemilih bisa mempunyai informasi yang sejelas-jelasnya sebelum menentukan pilihan, termasuk masalah agama istrisalah satu kandidat.



Kenapa harus disembunyikan kalau memang beragama Katholik.



Justru kalau disembunyikan, jadinya seakan-akan memeluk agama Katholik itu hal yang memalukan, sampai harus ditutup-tutupi.


Bukankah Indonesia mengakui 5 agama besar, termasuk Katholik.



***



Saya terkejut membaca postingan di kompasiana yang berjudul : Notes FB Eva ; “ Sesama Katholik dengan Bu Hera Boediono, Uppz, This It’s Not SARA Share ” .



Bukan karena saya terkejut dengan berita bahwa isterinya Boediono beragama Katholik. Tapi saya terkejut, betapa ini ada hubungannya dengan gencarnya peringatan dari beberapa kalangan agar tidak menggunakan isu SARA dalam kampanyenya. Tak ketinggalan pula KPU juga mengeluarkan pernyataan serupa soal itu.



Apakah informasi mengenai agama yang dianut oleh ibu Herawati Bodiono ini adalah SARA yang harus dijauhkan dari pemberitaan ?. Apa informasi ini harus ditutup-tutupi ?.



Apa bedanya dengan informasi keagamaan dari isteri-isteri Capres lainnya ?. Jika berita itu benar, mengapa musti takut mengakuinya ?. Karena, tak ada salahnya jika isteri Boediono beragama Katholik.



Masyarakat justru harus diberikan informasi yang sejelas-jelasnya dan sejujur-jurnya. Dengan informasi yang tersaji itu diharapkan malahan akan menjadikan makin dewasanya masyarakat Indonesia.



Masyarakat Indonesia harus dibiasakan dengan kejujuran dan transparansi. Dan dibiasakan dengan melihat adanya perbedaan, asalkan perbedaan itu tidak saling dipertentangkan dan tidak saling mengganggu antara satu dengan yang lainnya.



Informasi mengenai agama ibu Herawati Boediono itu sama, seperti juga informasi bahwa Jusuf Kalla berasal dari Makasar dan isterinya berasal dari Minang. Lalu Wiranto asalnya dari Solo Jawa Tengah, isterinya dari Gorontalo Sulawesi. Sedangkan EsBeYe dari Pacitan Jawa Timur dan isterinya dari Purworejo Jawa Tengah. Dan Boediono dari Blitar Jawa Timur.



Apa salahnya dengan informasi-informasi itu ?. Rasanya tak ada yang perlu ditutupi. Itu informasi yang biasa saja. Itu adalah realitas dari multi etnik dan multi agama yang ada di Nusantara yang ber-Bhineka Tunggal Ika.

Jika pun berita itu benar, maka apa salahnya jika isteri Boediono beragama Katholik ?.



Mengapa musti ditutup-tutupi, masyarakat Indonesia sangat menghormati asas Bhineka Tunggal Ika. Berikan saja informasi sejujur-jujurnya, karena tak ada salahnya jika Istri Boediono beragama Katholik.



Jadi ?. Benarkah isteri Boediono beragama Katholik ?.





Artikel dapat dibaca di :

Apa Salahnya jika Istri Boediono Beragama Katholik ?.

http://public.kompasiana.com/2009/06/09/apa-salahnya-jika-istri-boediono-beragama-katholik/



***





Bagi saya NKRI itu dengan segala tetek bengek kelebihan dan kekurangan yang ada serta segala kesenjangan yang ada, merupakan “Komitmen Final dan Tidak Ada Alternatif Lain”, yang masih kurang dan kesenjangan itu, janganlah di bawa pada issu perpecahan, tetapi menjadi tantangan kita bersama, bahu membahu antara rakyat, pemimpin, dan pemerintah untuk memupus kelemahan dan kesenjangan tersebut.



Dalam konteks ini tentu di musim Pilpres hal ini menjadi urgent karena Presiden merupakan Top Leader dan markotop untuk menstimulus perubahan menuju yang lebih baik.



Sungguh sebuah kearifan besar jika rakyat kita bisa menjatuhkan pilihan tepat sesuai keyakinan mereka, siapa kontestan yang bisa membawa perubahan ke arah yang lebih baik itu.



Tentu pula, bahwa adalah suatu kearifan besar, jika kita semua, apa itu penulis atau media bisa memberikan informasi yang sangat jelas, siapa sebenanarnya para kontestan Pilpres kita. Karena kunci pembangunan yang berhasil sederhana hanya ada 2 hal penting yaitu; Transparansi dan Akuntabilitas..



Jika kedua hal ini bisa dikuatkan, maka pemerintah berproses merajut mekanisme tata pemerintahan yang lebih baik atau kerennya di sebut “Good Governance”, dan pada sisi yang sama secara paralel dan simultan rakyat kita juga merajut berproses menuju tatanan “Civil Society” atau social capital, sehingga proses berdemokrasi lebih sehat, dewasa dan mencerahkan bangsa ini.



Karena polarisasi powership mengalami perimbangan antara pemerintah dan rakyat. Oposan akan termanifestasi dengan sendirinya dalam bentuk manuver partai. Tatanan ini akan membawa di mana issu SARA tidak lagi memakan korban, seperti yang terjadi pada Ruhut Sitompul serta chaos massa bisa diantisipasi lebih dini agar tidak terjadi.



NKRI, selama kita semua berstatus WNI, siapapun dia, darimana pun dia, kemana pun dia, bagaimana pun arah sikap pilihan Pilpresnya, dan bagaimana pun bentuk rupa pola sataus budaya, agama, sosial dan ekonominya semua harus tetap bersatu dalam NKRI.



Bukankah dalam sebuah firman di titahkan, “Kita diciptakan dalam perbedaan agar saling kenal mengenal”, dan kita pun percaya apa pun agama kita, kita selalu yakin dan percaya bahwa Tuhan yang kita anut dan sebut itu adalah Tuhan yang menciptakan semua mahluk dan alam semesta itu, demikian pula pada orang yang berbeda agama dengan kita.



Nah, pertanyaan newsnya, apakah Tuhan yang kita sebut masing-masing dengan kata berbeda itu juga berbeda dengan Tuhan yang lain karena nyebutnya juga berbeda, kalau berbeda berarti Tuhan kita banyak. Jika ini jawabnya, pantesan kita saat ini masih terjajah dalam ekonomi neoliberalisme plus kerdil dalam berdemokrasi.



Sesungguhnya jawaban ideal dan seharusnya itu adalah sama, tapi kita nyebutnya berbeda sesuai dengan konteks agama kita, bahwa Tuhan itu cuma satu atau saya menyebutnya “Paradigma Satu’ di blog saya.



Nah, lho…, apakah berarti agama itu semua sama, ranah jawaban pertanyaan ini hanya boleh dijawab di dalam batin dan hati kita masing-masing, bukan konsumsi publik.



Jika Tuhan bertitah, “Kita diciptakan berbeda agar saling mengenal”, tentunya kita tercipta berbeda agama juga adalah bagian dari titah itu. Akhirnya karena itu kita perlu bersatu, kalau kita semua sama, apa urgentnya “Pancasila”.



Apapun itu, siapa pun itu, dan bentuk rupanya apa pun itu, sing pokoe “Eling Lang Waspodo” karena kita ini hanya seonggok mayat yang berjalan, dikatakan mayat karena setiap hari setiap lubang di tubuh kita mengeluarkan bau busuk.


Jadi sadarlah aku. Sungguh kita hidup hanya untuk antri mati.


Wallahualam





Artikel ini dapat dibaca di :

Sikap Bijaksana Bocah Katrok Menilai Bu Hera.

http://public.kompasiana.com/2009/06/10/sikap-bijaksana-bocah-katrok-menilai-bu-hera-beragama-katolik/



***

0 komentar:

Categories

Blog Archive

Arsip Blog

Sembako Hari ini

Sembako hari ini
Beras 5.500
Telur ayam ras 13.500
Minyak goreng sawit 12.000
Gula pasir 6.600
Tepung terigu 7.700
Cabe merah keriting 20.000
Cabe merah biasa 18.500
Bawang merah 16.500
SKM cap bendera 7.800
Daging sapi 55.500
Kacang tanah 12.500

 

Sumber: Poskota

Blog sahabat





Pages

About Me

Foto saya
Penulis tuk diri sendiri, Internal Audit untuk Sebuah Perusahaan, Pencinta Puisi, Cerpen, Seorang Hamba yang berusaha, Menjadi Ayah yang baik untuk Quineisha & Qhaira, menjadi Insan Taqwa

Pengikut

Sample Text

IP

Unordered List

Popular Posts

Recent Posts



Website Hit Counter
Free Hit Counters

Text Widget