Rencana strategis (renstra) pertahanan Indonesia
yang seharusnya menjadi rahasia tingkat tinggi rupanya justru diatur
pihak asing. Lembaga pertahanan asal Amerika Serikat, Defence
Institution Reform Initiative (DIRI), ikut menyusun renstra 2015-2019
hingga ke hal-hal teknis.
Pengamat militer Rizal Dharmaputra mengatakan keterlibatan asing dalam menyusun renstra sangatlah janggal. Pasalnya, renstra merupakan refleksi pertahanan Indonesia di masa depan sehingga pihak asing dilarang ikut campur menyusun renstra tersebut secara langsung.
“Kalau secara langsung ikut menyusun renstra, itu tidak benar. Kemenhan (Kementerian Pertahanan) apa tidak punya orang? Kalau tidak punya, Kemenhan dapat merekrut akademisi dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia,” kritik Rizal kepada Media Indonesia, kemarin.
Rizal mengutarakan, DIRI terlibat dalam penyusunan renstra sampai ke tingkat teknis seperti pemeliharaan pasukan, pembangunan minimum essential force, dan prioritas pembelanjaan alutsista. Ia heran pihak asing justru lebih mengetahui kebutuhan Indonesia.
“Ini sudah tidak benar. Apalagi menyangkut hal operasional bagaimana pengerahan pasukan, bagaimana pemeliharaan pasukan, membangun minimum essential force, dan prioritas pembelanjaan alutsista dengan keterbatasan anggaran. Kalau disusun pihak luar, itu aneh,” cetusnya.
Rizal menambahkan, DIRI bahkan terkesan lebih tahu potensi ancaman di Indonesia ketimbang TNI. Padahal, potensi itu merupakan domain militer Indonesia terutama terkait dengan ancaman eksternal berupa ancaman senjata.
“Untuk renstra 2015-2019, saya menganjurkan agar TNI sendiri yang memenuhi minimum essential force, pembelian alutsista, pendefinisian potensi ancaman, dan bagaimana membangun industri pertahanan. Jangan libatkan asing,” tegasnya.
Agar tercapai kemandirian industri pertahanan, sambungnya, Indonesia harus bebas mengembangkan kerja sama dengan pihak lain. “Jangan sama yang itu-itu saja. Buka kerja sama dengan pihak yang mau transfer teknologi,” ucap Direktur eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis (Lesperssi) itu.
Kemenhan memuji Di tempat terpisah, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Letjen TNI Ediwan Prabowo menbenarkan DIRI mendukung dan membantu penyusunan renstra dengan melakukan kunjungan selama delapan kali ke Kemenhan, Mabes TNI, serta 3 matra TNI (TNI-AD, TNI-AL, dan TNI-AU) pada 2014.
“DIRI memberi masukan berharga kepada Kemenhan, Mabes TNI, dan 3 matra TNI berupa pengembangan manajemen pertahanan mulai dari tingkat strategis sampai tingkat teknis. Mereka menginformasikan tentang international best practices bidang pertahanan,” tukasnya.
Itu dikatakannya saat menyampaikan pidato seusai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) Action Plan 2015 Kemenhan dan DIRI AS di Kementerian Pertahanan, Jakarta, kemarin. Hadir dalam kesempatan itu Wakil Dubes AS, Kristen Bauner.
Kristen menambahkan, kerja sama itu dapat mempererat hubungan Indonesia dan AS dalam rangka pembangunan kekuatan serta peningkatan sistem pertahanan Indonesia. (Media Indonesia, 8 /1/2015).
Pengamat militer Rizal Dharmaputra mengatakan keterlibatan asing dalam menyusun renstra sangatlah janggal. Pasalnya, renstra merupakan refleksi pertahanan Indonesia di masa depan sehingga pihak asing dilarang ikut campur menyusun renstra tersebut secara langsung.
“Kalau secara langsung ikut menyusun renstra, itu tidak benar. Kemenhan (Kementerian Pertahanan) apa tidak punya orang? Kalau tidak punya, Kemenhan dapat merekrut akademisi dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia,” kritik Rizal kepada Media Indonesia, kemarin.
Rizal mengutarakan, DIRI terlibat dalam penyusunan renstra sampai ke tingkat teknis seperti pemeliharaan pasukan, pembangunan minimum essential force, dan prioritas pembelanjaan alutsista. Ia heran pihak asing justru lebih mengetahui kebutuhan Indonesia.
“Ini sudah tidak benar. Apalagi menyangkut hal operasional bagaimana pengerahan pasukan, bagaimana pemeliharaan pasukan, membangun minimum essential force, dan prioritas pembelanjaan alutsista dengan keterbatasan anggaran. Kalau disusun pihak luar, itu aneh,” cetusnya.
Rizal menambahkan, DIRI bahkan terkesan lebih tahu potensi ancaman di Indonesia ketimbang TNI. Padahal, potensi itu merupakan domain militer Indonesia terutama terkait dengan ancaman eksternal berupa ancaman senjata.
“Untuk renstra 2015-2019, saya menganjurkan agar TNI sendiri yang memenuhi minimum essential force, pembelian alutsista, pendefinisian potensi ancaman, dan bagaimana membangun industri pertahanan. Jangan libatkan asing,” tegasnya.
Agar tercapai kemandirian industri pertahanan, sambungnya, Indonesia harus bebas mengembangkan kerja sama dengan pihak lain. “Jangan sama yang itu-itu saja. Buka kerja sama dengan pihak yang mau transfer teknologi,” ucap Direktur eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis (Lesperssi) itu.
Kemenhan memuji Di tempat terpisah, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Letjen TNI Ediwan Prabowo menbenarkan DIRI mendukung dan membantu penyusunan renstra dengan melakukan kunjungan selama delapan kali ke Kemenhan, Mabes TNI, serta 3 matra TNI (TNI-AD, TNI-AL, dan TNI-AU) pada 2014.
“DIRI memberi masukan berharga kepada Kemenhan, Mabes TNI, dan 3 matra TNI berupa pengembangan manajemen pertahanan mulai dari tingkat strategis sampai tingkat teknis. Mereka menginformasikan tentang international best practices bidang pertahanan,” tukasnya.
Itu dikatakannya saat menyampaikan pidato seusai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) Action Plan 2015 Kemenhan dan DIRI AS di Kementerian Pertahanan, Jakarta, kemarin. Hadir dalam kesempatan itu Wakil Dubes AS, Kristen Bauner.
Kristen menambahkan, kerja sama itu dapat mempererat hubungan Indonesia dan AS dalam rangka pembangunan kekuatan serta peningkatan sistem pertahanan Indonesia. (Media Indonesia, 8 /1/2015).
0 komentar:
Posting Komentar