ANOMALI CINTAKU DI MALAYSIA
By: Heri Sudarsono, student Master IIUM
Sepi warung bu Lis ketika pelanganannya mulai pergi untuk mengerjakan sholat Isya. Sepasang manusia masih duduk berhadapan dengan dibatasi meja makan. Siti Nurlisa duduk tertunduk dihadapan bang Tulus. Sesekali matanya diusap dengan sapu tangan yang digengamannya. Deras air matanya sampai jatuh dipangkuan. Matanya lembab. Suaranya tangisnya kadang tertahan oleh sesak perasaan yang tertekan. Bang Tulus duduk di depan Siti Nurlisa dengan mata menatap pada pada bayangan pohon yang berdiri di halaman warung bu Lis.
Gelombang demo anti Malaysia menumbuhkan jiwa patriotisme bang Tulus untuk membela bangsanya. Siti Nurlisa adalah perempuan ke 13 yang akan dipersuntingnya akhir Desember tahun ini. Namun, Siti Nurlisa adalah gadis Malaysia, gadis ke 7 dari 9 gadis Malaysia yang pernah menjadi kekasihnya Bang Tulus. Walaupun selama ini putusnya hubungan dengan para gadis itu dikarena bang Tulus selalu diputus oleh pihak gadis. Dan kali itu karena alasan cinta kepada bangsa dan negara, dia harus putus dengan Siti Nurlisa!. Suatu keputusan besar bagi bang Tulus!.
"Aku tidak rela kalau harga diri negaraku diinjak-injak oleh negaramu" dengan wajah mengeras dan mata tajam pada bayangan pohon yang ada dihalaman warung bu Lis
"...mengapa abang menghubungkan cinta kita dengan masalah negara....negaraku bukan aku......apapun yang terjadi pada negaraku aku tetap cinta abang..."sambil tersendu Siti Nurlisa menutupi wajahnya dengan sapu tangan
"Aku lebih cinta negaraku.... apa artinya cintaku padamu bila negaramu telah meniadaan keberadaan negaraku...negara tempat nenek moyangku...orang tuaku dan saudara-saudaraku. ...negara mu sombong!"sahut bang Tulus dengan mata memerah seperti percikan bara keluar dari tungku.
".....Bang.. . ..!"tangis Siti Nurlisa dengan terbata-bata berusaha menahan bang Tulus, "Bang, aku cinta abang....jangan campur adukkan cinta kita dengan negara kita!"
Bang Tulus duduk membatu di depan Siti Nurlisa. Terbayang kembali ketika pertama kali bertemu Siti Nurlisa di Chokit ketika mencari kaset dangdut Rhoma Irama. Di mata bang Tulus pertama ketemu dengan Siti Nurlisa adalah perempuan sempurna seantero jagat raya, pesona menyebar di seluruh pelosok Malaysia, dan kecantikan seperti puteri para raja. Memang, jatuh cinta pada pandangan pertama membuat hidup bang Tulus seperti mimpi, seperti menari menari ala India mengelilingi Siti Nurlisa diiringgi musik rebana. Sambil mengalun nada ala Soneta. Dan, setiap hari yang dinyanyikan lagu bang Haji yang berjudul wanita sholelah http://www.youtube. com/watch? v=eyXOLUkUNpQ& feature=related
"...negara sombong...kemaki. ..kemlinti!" bang Tulus sambil memukul meja didepannya.
Sontak Siti Nurlisa terkejut dan tangisan Siti Nurlisa meledak lagi, "Bang....apa yang bisa kami sombongkan bang......itu perasaan abang"tanya Siti Nurlisa sambil tetap menundukkan wajahnya
"Perasaanku? . ....ini kenyataan?"
"Bang Apa yang bisa kami sombongkan.. ...kemerdekaan di beri oleh Inggris....ekonomi negara kami dikuasai oleh ras tertentu, Cina dan India... kami hanya warga pedatang Malaysia.... ."
"Stop apa maksudmu?"
"Bang....siapa yang abang anggap orang Malaysia yang duduk di pemerintahan. ..di perusahaan.. di sekolahan... .itu nenek moyangnya adalah orang Melayu...orang Bugis....orang Minang ...orang Jawa.......yang disebut orang Malaysia adalah orang Asli yang kebanyakan hidup dipinggiran kota kota besar dan mayoritas tinggal di desa dan dipinggiran hutan ......."kata Siti Nurlisa dengan nada terbata
Bang Tulus diam mendengarkan Siti Nurlisa menjelaskan sambil menundukkan wajahnya seperti menyembunyikan air matanya yang masih mengalir
"Orang Malaysia yang abang kenal adalah pendatang dari negara-negara tetangga yang satu ras, serumpun atau setata.... sedangkan ras, suku dan bangsa yang berbeda itu adalah orang Cina dan India...Cina dan India adalah bangsa minoritas di negara kami tetapi mereka mayortas dalam menguasai sumber ekonomi kami....pada suatu saat nanti kalau mereka sampai menguasai sumber ekonomi yang menjadi hajat hidup kami...maka kami akan menjadi tamu di negeri sendiri.."
"Tetapi kalian semua bisa tetap menjadi ancaman bagi kami" Tatapan bang Tulus tidak berubah
"Abang tahu sendiri berapa bagaimana orang Malaysia.... hampir 70 persen berjenis kelamin perempuan dan 30 persen adalah lelaki....di kelas... di warung.... di kantor...di pasar....perempuan ada dimana-mana! .....perempuan menganti peran lelaki bekerja di sektor formal...... juga bekerja di sektor publik....mereka punya penghasilan sendiri....maka mereka merasa mampu mengurusi diri sendiri....maka tidak aneh banyak perempuan yang sudah berkepala tiga lebih belum menikah di sini..... jumlah manusia yang kena penyakit kegemukan (obesitas) semakin meningkat karena dimanjakan oleh sistem .... pondan bertebaran berkelompok di kanten-kanten dan ngosip di bawah tiang masjid.....bang apakah abang tidak melihat itu....bagaimana abang bisa melihat negara ku sombong..... dan berbahaya!"mohon Siti Nurlisa sambil merajuk kepada bang Tulus yang masih bersikap perkasa.
"Walaupun begitu jumlah mu banyak...."kata bang Tulus sekenanya
"Abang juga bisa lihat berapa jumlah TKI yang bekerja di gedung-gedung bercakar langit...bekerja memperbaikai jalan dan jembatan...di toko-toko... di rumah-tumah. .di perkebunan.. ..ada ribuan!..... abang juga bisa lihat student yang belajar di university-universi ty favorit Malaysia dari ujung ke ujung Malaysia...ratusan! ......berapa orang Indonesia menjadi dosen, banker, konsultan, pegusaha.... ratusan!. ...dengan jumlah orang Indonesia di Malaysia seperti itu....mana mungkin kami akan melawan Indonesia... " Siti Nurlisa mengusap airmatanya yang menetes. Mata bengkak oleh tangis permohonan kepada bang Tulus untuk memikirkan kembali sikap untuk memutuskannya
"....orang Malaysia telah mengambil budaya kami"
".....kami, orang tua, remaja dan anak-anak telah mengkonsumsi band-band Indonesia... . Letto, Samson, Dewa, Slank, Unggu, Wali, Mbah Surip dll.....kami juga dan suka dengan sinteron-sinteron Indonesia... .kami juga tabjub dengan buah karya sastra para cendekia Indonesia... ...sehingga kami kehilangan akal apa yang sebenarnya disukai kami, orang tua, remaja dan anak cucu kami atas apa yang kami miliki....apa yang salah dengan buatan kami sehingga mereka tidak menyukai band, sinetron, karya-karya kami sendiri"
"...tetapi negaramu telah mencuri budaya negara ku"kata bang Tulus dengan suara berat
"Karena kami tidak banyak memiliki budaya yang kami gunakan untuk memperteguh identitas kami sebagai bangsa yang berbudaya, beradab, dan punya harga diri....sedangkan budaya Cina dan India mulai menguasai setiap ruas kesadaran setiap karya anak cucu kami sampai kami kuatir anak cucu kami tidak mengetahui budaya kami sendiri.....
"..mengapa kamu tidak mengunakan budaya sendiri"
"....budaya kami? Kami ini pendatang... .kita belum cukup memiliki budaya yang mempertegas identitas kami dihadapan budaya India dan Cina yang siap menguasai kami...kami tidak ingin anak cucuk kami mengunakan budaya India dan Cina...budaya yang jauh dari akar budaya kami........ kami mengunakan budaya yang kami kenal.....budaya kami sama dengan Indonesia itu menunjukka bahwa nenek moyang kami berasal dari Indonesia... .batik, gamelan, wayang, reog, tari pedhet.....adalah budaya Indonesia yang dibawa oleh orang Indonesia di Malaysia dan menetap di Malaysia...mereka tidak mengenal budaya selain budaya yang mereka kenal yang didapat dari Indonesia tempat nenek moyang mereka....maka tidak aneh aktualisasi budaya sama dengan budaya Indonesia... ."kata Siti Nurlisa masih terbata-bata
Bang Tulus diam. Terkatup bibirnya.
"Lihat bang....kami selalu berusaha mempertegas budaya kami dihadapan pendatang... .sehingga anak cucu kami bangga memakai pakaian Melayu ke mana-mana... ..kami juga mempertegas budaya kami dengan memelihata budaya nusantara untuk anak cucu kami kami buatkan museum yang megah dan tertata indah....kami sediakan peralatan dan guru-guru yang dibayar mahal untuk mengajari musik anglung dan keroncong untuk digunakan pada acara-acara resmi kenegararaan. ...ataupun wisuda kelulusan... ..demikian juga di koran, radio dan tv kami juga memelihara adab budaya istana sebagai penghargaan kepada raja dengan menguna tata krama dengan bahasa yang diijinkan... itu cara kami ingin menunjukkan identitas kami kepada anak cucu kami....."
Bang Tulus tertegun, dia diam tidak bergerak. Diam-diam bang Tulus membenarkan kata-kata Siti Nurlisa.
"Kami beda dengan anak-anak Indonesia yang punya kekayaan budaya yang luar biasa....dia mengunakan pakaian daerah di rumah atau di jalan-jalan ....dia bisa benyanyi lagu-lagu daerah apa saja sendiri dengan bebasnya .... bisa mengunakan alat musik di rumah maupun di kantor-kantor. .....begitu menyenangkan di Indonesia dengan budaya yang beraneka.... ...... Siti tahu di Indonesia memelihara budaya lebih dari Malaysia sampai banyak orang yang tidak rela budaya di miliki negara kami..."kata Siti Nurlisa sambil mengusap air matanya yang mulai mengering... ..
Bang Tulus tertegun memandang Siti Nurlisa yang tertunduk sambil mengusap wajahnya. Apakah benar itu bahwa Indonesia lebih bisa memelihara budayanya daripada Malaysia. Dia diam sesaat membayangakan keadaan Indonesia ketika budaya kehilangan artinya. Budaya telah menjadi sekedar stupa yang hanya dijadikan topik diskusi pada saat-saat memang perlu saja. Anak-anak muda sudah terasing dari pakaian daerah, anak-anak muda lebih mengenal musik jass, rock, pop, punk, dan rege. Di kantor-kator acara-acara seremonial diiringi dengan musik modern, disco dan remix yang lain. Demikian juga wisauda-wisuda mahasiswa Indonesia banyak diiringi lagu kemenangan penuh dengan auro kepuasan dengan ritme rock.
"...Siti tahu nasionalisme orang Indonesia sangat tinggi....kami iri!.....pulau Sipadan-Lingitan. ....dan yang terakhir pulau Jemur yang diiklaim Malaysia mendapatkan perlawanan luar biasa dari masyarakat Indonesia... kami iri bagaimana mendapatkan rasa nasionallisme itu?"
Bang Tulus terkatup mulutnya. Nasionalisme! ...siapa yang nasionalis itu! Rakyat atau pejabat!. Ia merasa berjuang habis-habisan mengorbankan jiwa dan raga hanya untuk membela sejengkal tanah dan setetes air. Namun, di saat yang sama pulau-pulau kecil dipinggiran Indonesia di jual sembarangan kepada pihak asing dengan tanpa rasa dosa. Sementara itu, pulau-pulau terluar dibiarkan terlantar sedangkan pejabat/pemimpin hanya memperkaya sendiri dan jikalau memang kalau pulau terluar itu menguntungkan baru bicara tentang patriotisme!
"Anomali bangsaku..." bisik bang Tulus
Malam semakin larut. Bang Tulus terpaku menatap ruang kosong. Siti Nurlisa masih tertunduk diam sesekali mengusap wajahnya dengan tisue. Bayangan malam menyelimuti seluruh bumi. Angin dingin merabat melalui sisi dinding warung yang tertata sederhana. Suara jangkring nyaring bersahutan mengema di halaman warung Bu lis. Malam itu, bang Tulus merasa begitu mencintai Siti Nurlisa.
Selasa, 08 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar