Minggu, 18 Mei 2008

Liburan kemarin sempat ada acara perkumpulan keluarga besar saya, banyak saudara yang berusia kanak-kanak, tapi yang anehnya para kanak-kanak ini terlihat lebih dewasa dari umurnya, itu bisa dilihat dari nyanyian-nyanyian yang di lantunkan berupa lagu-lagu cinta, memang ironis saat ini lagu-anak di televisi hampir dikatakan tidak ada. dan tayangan yang bermutu untuk kita dan anak-anak sangatlah jarang.

Seperti kita ketahui bahwa kita (OranG dewasa & Anak-anak) senang sekali menonton TV. Kita tidak segan-segan untuk duduk di depan kotak ajaib tersebut selama berjam-jam. Sampai saat ini kita tahu bahwa sebagian besar tayangan Televisi berisi tentang kekerasan, perebutan harta, unsur-unsur yang meyentuh sisi pornografi dan pornoaksi, tayangan mistis, budaya hedonis, dll.

Media menjadi ubiquitous, ada dimana-mana, dan kehadirannya sulit untuk dihindari atau ditolak. Ia telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tekstur dan rutinitas kehidupan sehari-hari kita. Televisi khususnya, menyediakan sumber daya simbolik yang memberi kita referensi-referensi untuk bersikap dan bertingkah laku. Tak heran jika media massa dianggap telah menggeser fungsi institusi sosial tradisional seperti keluarga, gereja, sekolah atau pun pesantren.

Hasil Riset dari 67 peneliti dari 18 perguruan tinggi indonesia membuktikan ditemukan dampak negatif dari Televisi yang belakangan ini sangat intens peranya dalam kehidupan masyarakat indonesia, tidak terlepas diri saya sendiri. hasil riset tersebut menunjukan bahwa sinetron televisi yang merupakan sumber penghasilan terbesar bagi industri televisi dengan mengutamakan rating daripada isi dari cerita yang ada.

para peneliti tersebut memberi tahu sebagai berikut 57% adegan sinetron atau film remaja/dewasa adalah adegan seks, 2% adalah adegan telanjang, 10% kata cabul, kata-kata kasar, umpatan yang seharusnya tidak diperbolehkan, karena merusak mental anak bangsa, 18% adalah ciuman, 12% perkosaan, dan 1 % seks menyimpang. sementara adegan yang sesuai moralitas (menolong teman, menghotmati orang tua) tidak lebih dari 14%

Adegan petualangan, kekerasan, intrik, isu, Gosip dijejalkan hampir setiap harinya tak ubah sebagai candu yang dibuaikan untuk kita semua. Dampak langsung dari tayangan televisi adalah pengimplementasi gaya hidup yang tertuang dalam adegan TV/Film berupa seks bebas yang beredar di kalangan remaja, Obral Aurat Tubuh, Pornografi/Porno aksi. premanisme, Tawuran Adu Domba dan hal-hal tersbu dikemas dengan apk dan ditungkan dalam bentuk senetron & Film yang ada.

pada saat yang sama merujuk dari larisnya Film Ayat-ayat cinta di bioskop, memang hal ini satu sisi adalah kebangaan terhadap baiknya perfilman nasional, tapi karena banyak yang merujuk dari film tersebut, banyak film yang menyugguhkan jalan cerita yang sama, dan hal ini ada dampak negatifnya berupa Pelegalan Poligami. yang sebenernya islam membolehkan tetapi dengan syarat yang sangat ketat.

Dalam film juga hampir sebagian besar film indonesia menampilkan kemewahan,dan mimpi-mimpi yang sangat tinggi dan tidak terjangkau oleh sebagaian besar warga indonesia, yang ajaibnya yang menonton TV di indonesia adalah golongan menengah kebawah dimana kehidupan mereka tidak seperti yang diceritakan dalam Tv,Film atau Sinetron. Dampak dari budaya kemewahan ini dapat kita lihat dari Korupsi yang meraja lela, banyaknya kaum pelajar/mahasiswa yang menjual diri mereka untuk menggapai kewahan seperti yang dimimpikan dalam Tv/Sinetron/Film tersebut.

Berbagai acara yang menayangkan tentang pergaulan bebas remaja di kota besar yang sarat akan dunia gemerlap (dugem). Seperti tayangan remaja dalam mengonsumsi obat-obatan terlarang, cara berpakaian yang terlalu minim alias kurang bahan / sexy, goyang-goyangan yang sensual para penyanyi dangdut, kisah percintaan remaja hingga menimbulkan seks bebas, ucapan-ucapan kasar dengan memaki-maki atau menghina dan sebagainya. Inilah yang seringkali menjadi contoh tidak baik yang sering mempengaruhi remaja-remaja yang berada di kota maupun di daerah untuk mengikuti perilaku tersebut.

Media diyakini telah menggeser tugas guru, agamawan maupun orang tua sebagai educator, menyediakan role-model bagi anak-anak dan remaja, dan menjadi sumber acuan untuk mendefinisikan mana yang baik dan mana yang buruk. Dalam hal ini, media telah menjadi semacam contemporary civil religion (Robert N. Bellah 1967) atau agama sipil kontemporer, yang melibatkan bentuk-bentuk pemujaan baru lewat ritual-ritual menonton dan mengkonsumsi media. Persoalannya, bukan rahasia lagi bahwa realitas yang dibawa oleh media adalah realitas yang berselimut kepentingan kapitalis industrial yang tidak lain berujung pada akumulasi profit semata.

Kehadiran para agamawan karenanya tak lebih dari sekedar gincu saja, agar kesan dakwah tetap terasa. Jika agamawan hanya ikut-ikutan terjebak dalam selebritisasi dan komersialisasi agama di layar kaca, tugas untuk mencerahkan masyarakat pun akhirnya jadi terabaikan.

sungguh ironis media hanya menampilkan sisi hiburan saja dan media kurang menerapkan fungsi edukkasi, peningkat Nasionalisme, peningkat kehidupan beragama yang baik, hal ini tidak terlepas dari peran produser-produser film/Acara televisi dapat kita lihat adalah orang asing, sebut saja keluarga PUnjaabi yang terkenal dengan raja sinetron. karena latar belakang meraka dari india, maka Film kita tidak mengakar budaya hanya mengikuti budaya luar yang tidak sesuai budaya amerika dengan holiwoodsnya,budaya India Bollywoodsnya.

Budaya media, dalam hal ini, bekerja secara hegemonik dan ideologis untuk mendukung kepentingan para pemilik media. Prinsip yang penting laku dan mendatangkan untung, menjadikan tayangan media tak lebih dari bujuk rayu kosong yang dikemas dengan citra-citra yang penuh warna. Media makin asyik mengejar kepentingan ekonominya dan cenderung mengesampingkan tanggung jawab sosialnya untuk mendidik dan mencerahkan syarakat. Menjamurnya bisnis media di Indonesia, termasuk televisi, pasca jatuhnya rejim Orde Baru, ternyata tidak berkorelasi positif dengan beragamnya tayangan yang bisa dipilih dan dinikmati oleh masyarakat.

Situasi ini sebetulnya bisa berubah jika negara mampu melakukan intervensi dan menjalankan fungsi moderasinya pada pasar media. Sayangnya, berkelindannya kepentingan- kepentingan ekonomi dan politik dalam industri media serta fenomena tawar menawar politik membuat pemerintah tidak mampu menerapkan regulasi yang tegas dan cenderung ambigu untuk menertibkan carut marutnya realitas pertelevisian kita, baik dari sisi industri maupun isi media. Produk perundang-undangan yang sudah ada seperti UU Penyiaran/2002 maupun kehadiran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) seolah tak kuasa dan tak punya gigi untuk menghadapi rejim televisi. Ambiguitas pemerintah untuk mengintervensi dan menertibkan pasar media pada akhirnya berdampak pada menjamurnya tayangan-tayangan televisi yang disinyalir oleh banyak pihak sebagai pemicu rusaknya moral masyarakat.

Pada akhirnya kita sebagai penonton di tuntut untuk lebih kritis memilih tayangan TV yang akan di tonton . Dengan begitu, kita bisa menjadi konsumen yang bijak. TV dapat kita posisikan sebagai "alat bantu" meningkatkan kualitas hidup, bukannya malah membuat kita membiasakan budya berpikir instan, serba mudah, dan hanya jadi "pembantu" yang mendongkrak rating untuk para pengiklan dan stasiun TV. Komplain masyarakat melalui surat / tertulis kepada KPI terhadap tayangan yang bermasalah di TV, mengirimkan surat pembaca di media cetak, seruan-seruan lewat milist-milist, bahkan mengajukan komplain/somasi langsung ke TV yang bersangkutan bisa menjadi pilihan untuk menyuarakan hak publik terhadap kualitas tayangan TV Kita.kolaborasi sinergis antara elemen masyarakat sejatinya sangat dibutuhkan saat ini untuk merubah tayangan Televisi/sinetron/Film yang merubah budaya bangsa kearah yang lebih buruk.. Karena saat ini Tayangan TV/Sinetron adalah salah satu kompunen perusak Ahlak bangsa.. mari kita jaga diri kita dari tayangan yang buruk...

Ditunggu tayangan Televisi yang mengajarkan moral kebaikan, nasionalisme, Dan realistis kehidupan. Keritik, saran, tanggapan dari tulisan ini dapat dikirim langsung pada erwinarianto@gmail.com

Depok 16 May 2008
Erwin Arianto


0 komentar:

Categories

Blog Archive

Sembako Hari ini

Sembako hari ini
Beras 5.500
Telur ayam ras 13.500
Minyak goreng sawit 12.000
Gula pasir 6.600
Tepung terigu 7.700
Cabe merah keriting 20.000
Cabe merah biasa 18.500
Bawang merah 16.500
SKM cap bendera 7.800
Daging sapi 55.500
Kacang tanah 12.500

 

Sumber: Poskota

Blog sahabat





Pages

About Me

Foto saya
Penulis tuk diri sendiri, Internal Audit untuk Sebuah Perusahaan, Pencinta Puisi, Cerpen, Seorang Hamba yang berusaha, Menjadi Ayah yang baik untuk Quineisha & Qhaira, menjadi Insan Taqwa

Pengikut

Sample Text

IP

Unordered List

Popular Posts

Recent Posts



Website Hit Counter
Free Hit Counters

Text Widget