Polisi Selidiki Transparansi International Indonesia
TEMPO Interaktif, Jakarta:Polisi menyelidiki lembaga Transparancy International Indonesia karena telah menyatakan kepolisian sebagai lembaga terkorup. Polisi telah menyebar para intel karena mencurigai ada pihak-pihak di balik lembaga itu yang ingin mendiskreditkan kepolisian.
"Intel kami sudah mulai disebar, kami mulai tanya siapa mereka. Jangan-jangan mereka ekstrimis, didanai oleh koruptor," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Inspektur Jenderal Sisno Adiwinoto di Markas Besar Kepolisian, Senin (10/12).
Sisno juga mencurigai TII bagian dari spionase dan diintervensi oleh pihak asing. Ia bahkan mengatakan bisa jadi lembaga pimpinan Todung Mulya Lubis itu berkepentingan politik untuk pemilihan umum 2009. Mereka, kata dia, lantas berusaha menggulirkan isu yang mendiskreditkan kepolisian.
Kecurigaan itu menurutnya timbul karena TII telah tiga kali melakukan penelitian yang menyatakan kepolisian sebagai lembaga terkorup. Padahal, katanya, kepolisian telah melakukan perbaikan-perbaikan.
"Sebenarnya itu sekarang seperti difitnah, aparat tidak mau memperbaiki diri padahal kita sudah melakukan perbaikan diri," katanya.
Karena itu polisi melakukan penyelidikan terhadap orang-orang di lembaga itu. Polisi juga memikirkan untuk melaporkan mereka karena telah mencemarkan nama baik kepolisian.
"Kalau nanti memenuhi mungkin bisa lebih dari itu. Kalau ternyata menjadi bagian dari infiltrasi, spionase itu bisa lain lagi ceritanya," katanya.
Sebelumnya TII melakukan suvei terhadap 1.010 responden di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Hasilnya, dari indeks maksimal 5, polisi mendapat indeks 4,2. Indeks itu lebih tinggi dibanding DPR dan lembaga peradilan yang mencapai 4,1.
Mantan Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Inspektur Jenderal Purnawirawan Farouk Muhammad mengatakan tindakan korupsi itu akibat kebijakan antijudi Kepala Kepolisian Jenderal Sutanto. Kebijakan itu menurutnya mengurangi kas nonformal polisi di tingkat daerah.
Sisno menilai penelitian itu sebagai sampah karena tidak dapat dipertanggungjawabkan.
"Kritik dan saran itu jadi bahan acuan, tapi kalau masukan dan saran itu punyanilai dan bobot. Ini seperti masukan sampah, karena dari proses mereka melaksanakan penelitian sulit untuk dipertanggungjawabkan," katanya.
Sisno mempertanyakan pernyataan Farouk tersebut. Dia mengatakan pernyataan itu memperparah kondisi apalagi menurutnya Farouk adalah polisi yang parah.
"Dia kan tidak pernah jadi polisi lapangan sejak kecil. Masak bilang begitu, ngarang aja. Dia tidak pernah mencerminkan seorang polisi," katanya.
Desy Pakpahan
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2007/12/10/brk,20071210-113251,id.html
Rabu, 12 Desember 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar