http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=195443
Kekayaan Sumber Daya Harus Menyejahterakan Rakyat
Senin, 24 Maret 2008
Sungguh melegakan bila benar lonjakan harga minyak bumi di pasar dunia tidak bakal membuat ekonomi nasional kolaps sebagaimana kata Wapres Jusuf Kalla saat berbicara dalam forum pertemuan saudagar Tatar Sunda di Bandung, kemarin.
Pernyataan itu melegakan karena hari-hari ini kita justru amat mencemaskan kemungkinan ekonomi nasional mengalami kolaps akibat harga minyak bumi terus-menerus naik hingga mencapai level yang tak pernah terbayangkan. Kita cemas karena boleh dikatakan kita trauma oleh krisis ekonomi-keuangan yang menerpa kita persis satu dasawarsa lalu.
Krisis ekonomi-keuangan itu memang sungguh terasa pahit dan menyengsarakan. Bukan saja ongkos pemulihan terbukti amat mahal, melainkan juga dampak krisis yang harus kita tanggung begitu berkepanjangan. Bahkan bagi kalangan tertentu, hingga sekarang dampak itu relatif masih terasa.
Jadi, amat beralasan masalah gejolak harga minyak bumi di pasar dunia belakangan ini serta-merta membuat kita miris dan cemas: bahwa ekonomi nasional berisiko kembali mengalami krisis dan kolaps. Terlebih lagi pemerintah sendiri justru terkesan gamang atau bahkan panik dalam menghadapi masalah terkait lonjakan harga minyak dunia ini. Paling tidak, kesan tersebut terlihat dari sikap labil pemerintah dalam menetapkan angka-angka asumsi ekonomi makro dalam APBN Perubahan 2008.
Tapi kesan itu coba diluruskan oleh Wapres Jusuf Kalla. Dia berupaya meyakinkan berbagai kalangan bahwa ekonomi nasional relatif aman. Meski harga minyak mentah di pasar dunia kini sudah melampaui 110 dolar AS per barel dan belum terlihat tanda-tanda segera meluncur turun kembali, ekonomi kita tak bakalan kolaps.
Benarkah? Kita sependapat dengan Wapres bahwa kita memiliki sumber energi lain yang relatif melimpah, khususnya gas alam dan batu bara. Sama seperti minyak bumi, harga gas alam dan batu bara di pasar dunia juga kini melangit.
Di luar potensi sumber daya energi, kita juga memiliki banyak sumber daya mineral lain yang juga tak kalah punya nilai jual tinggi. Ditambah sejumlah komoditas pertanian dan perkebunan, seperti karet atau minyak sawit, kekayaan sumber daya alam ini memang bisa membuat fondasi ekonomi kita kokoh kuat dalam menghadapi dampak gejolak ekonomi global.
Dikaitkan dengan gejolak harga minyak mentah sekarang, itu berarti ekonomi kita memang tak perlu sampai tertohok, apalagi kolaps. Tekanan harga minyak bumi tak mesti menjadi faktor yang mengakibatkan ekonomi kita semaput. Bahkan, seharusnya, gejolak harga minyak bumi menjadi durian runtuh yang menyejahterakan kehidupan ekonomi kita sebagai bangsa.
Tetapi, faktanya, tidak seindah itu. Gejolak harga minyak bumi di pasar global terbukti tak menjadi durian runtuh bagi ekonomi nasional. Memang, tampaknya, gejolak itu tak bakal sampai membuat ekonomi kita kolaps. Namun gejolak tersebut tak urung merepotkan ekonomi kita. Sampai-sampai Menkeu sempat berkeluh-kesah bahwa APBN terancam menjadi tidak sehat karena gejolak harga minyak bumi membuat subsidi BBM melonjak hebat.
Begitu pula komoditas lain. Gejolak harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar internasional selama hampir setahun terakhir, misalnya, membuat rakyat kebanyakan menjerit didera kesengsaraan akibat harga minyak goreng melejit. Dalam konteks ini, berkah kenaikan harga CPO praktis hanya dinikmati kalangan petani sawit, produsen, serta eksportir CPO.
Jelas, kenyataan itu tak semestinya terjadi kalau saja kita pandai mengelola sumber daya alam. Ini tidak hanya merujuk pada aspek teknis penggalian dan pengolahan sumber daya menjadi komoditas bernilai secara ekonomi, melainkan terutama terkait aspek distribusi manfaat. Dalam kaitan ini, kita masih harus belajar sungguh-sungguh agar berbagai sumber daya yang kita miliki benar-benar menjadi faktor yang melahirkan kesejahteraan bagi kehidupan kita bersama sebagai bangsa. Artinya, berkah ekonomi berbagai sumber daya yang kita miliki benar-benar bisa dinikmati relatif merata oleh segenap anak bangsa.
Senin, 31 Maret 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar